Selasa, 06 Mei 2014

CEpat RAIh yang terbaik


 
Anak-anak yang beranjak remaja, tanpa masalah yang berarti.
Seorang istri yang rajin melakukan perawatan fisik sehingga terlihat masih cantik dan bugar.
Mereka terpaksa menyetujui pilihan sang ayah untuk menikahi wanita lain, yang tentu saja lebih muda. Sang ibu berusaha untuk tetap tangguh demi anak-anaknya, tapi tak mau dimadu. Dulunya, saya mengenal si ayah ini begitu mesra dengan istrinya. sangat perhatian dengan anak-anaknya, bahkan sering melakukan wisata keluarga demi mempererat kebersamaan mereka. 
  
Sepasang remaja berniat kawin lari jika mereka tak disetujui orang tua pihak wanita. Bapak pihak wanita dikenal sangat tegas hingga terkesan galak. Bapak ini akhirnya luluh ketika melihat anaknya sakit karena tak bisa menikah dengan pujaan hatinya. Bapak ini memutuskan mengalah dan memohon sendiri kepada pihak pria untuk menerima kembali anaknya. Mereka akhirnya menikah, dan beberapa tahun kemudian mereka bercerai. Ups… Entah apa yang terjadi, yang terpikirkan dalam benak saya bukan tentang siapa yang salah dan bagaimana nasib anak balitanya. Tapi tidakkah mereka ingat akan jalan berliku yang mereka tempuh menuju mahligai bernama pernikahan?

“Apa yang salah?” tanya saya berhati-hati pada seseorang yang memutuskan akan secepatnya mengakhiri bahtera rumah tangganya untuk kesekian kalinya. Macam artis saja lah...
“Beneran kamu ingin tahu, atau biasanya kamu sudah menebak sendiri?” tanyanya mengetes.
Saya berpikir panjang untuk memberikan jawaban telak, tapi mulut terkunci rapat. Ingat pepatah, never argue with a woman, hehehe. Well, we are woman, so I need to be another kind woman then, hehehe...
“Karena dia adalah dia dan aku adalah aku,”
Honestly, never argue with someone who’s emotionally in a mess. In any chat or discussion, someone needs to be mentally healthy.

“Ibuku memutuskan untuk bercerai karena tak mau rebutan dengan lon***”
“Terus?”
“Ya ibuku membesarkan anak-anaknya seorang diri, bapakku entah pergi dengan wanita keberapa,”
Kasus seperti ini banyak, dan kebanyakan lagi berakhir dengan si bapak yang di masa tuanya menjadi pesakitan, istri mudanya tak mau mengurusi orang sakit, sehingga kembali kepada istri tua yang selalu siap menerima dengan tangan terbuka. Coba lihat film Diary of a Mad Black Woman, lengkap dengan pilihan pesan moral tentang bagaimana cara wanita bertahan.
"When somebody hurts you, they take the power over you. if you don't forgive them, then they keep the power. Forgive him, baby, and after you forgive him, forgive yourself." -Myrtle to Helen-
 
nenek jadi-jadian yang super besar ;)

Muda-mudi yang menikah sebelum usia 20, menurut sebuah penelitian, akan mengalami kecenderungan lebih besar untuk bercerai di kemudian hari. Kenyataannya, generasi kakek nenek atau bapak ibu kita banyak yang menikah di usia 15, 17, dijodohkan pula, beranak banyak, dan tetap bersama hingga maut memisahkan.
Pernikahan yang berawal dengan kehamilan sebelum menikah, disinyalir juga memiliki kecenderungan besar untuk lebih mudah bercerai karena ketidakmatangan kedua belah pihak. Meski ada juga yang bertahan hingga anaknya berusia cukup dewasa untuk memahami ihwal pernikahan orang tuanya.
“Mamaku dulu hamil aku sebelum menikah sama papaku,”
Saya hampir tersedak mendengarnya. Tersedak karena tak begitu paham maksudnya. Iya lah, masih sekolah, belum memikirkan dan paham benar mengapa seorang wanita bisa hamil tanpa menikah, jadi saya kroscek ke ibu. Ibu saya buru-buru meluruskan, meski tak mengenal siapa yang saya ceritakan.
“Udah tak apa, yang penting menikah dengan orang yang sama,”
 
Perceraian adalah halal namun dibenci Allah. Namun jika suami dholim, tidak menafkahi selama sekian tahun, dan banyak persyaratan lain, istri boleh mengajukan cerai. Namun lagi, pengajuan cerai si istri kebanyakan harus diabaikan oleh si suami. Ah, tahu aja kan, betapa berkuasanya perasaan wanita, bisa bicara apapun, seingatnya, sebelum jatah 20 ribu kata terpenuhi, hehehe… Pihak pria lebih banyak dimaklumi jika mengajukan perceraian. Bahkan dalam pengadilan pun, pengajuan oleh pihak wanita sering dipandang sebelah mata. Hiyaa, wanita salah melulu deh. Tak perlu pake rumus yang terlalu rumit ya, lihat kenyataan aja lah. Banyak pria brengsek dan itu dimaklumi umum, tapi banyak juga pria baik yang kurang atau tak terlalu terekspose. Di antaranya, tentu saja, suami anda (aminkan untuk anda sendiri ya...), dan untuk orang terkenal ada nama Pierce Brosnan dan suami almarhum Nita Tilana. Silakan googling bagaimana kisah mereka. 

Menurut Ayah Edy, dalam bukunya Jadi Ayah Baru, bahwa masalah perbedaan agama harus diselesaikan terlebih dahulu, karena itu sangat penting, yang nantinya berimbas pada kepercayaan yang dianut anak-anak. Dalam kenyataan, perbedaan agama ada yang bertahan hingga kakek nenek, tetap dalam keyakinan masing-masing atau ada salah satu mengalah mengikuti yang lain. Ada juga yang masih berusaha bertahan dengan keyakinan masing-masing, namun tak sanggup lagi melanjutkan hingga memilih bercerai. Pernikahan Bob Tutupoly dengan mantan none Jakarta era 70an dan pernikahan putri mendiang Cak Nur dengan seorang keturunan Yahudi, adalah contoh perbedaan agama. Eh, saya bukan bermaksud membenarkan atau menyalahkan ya, perubahan pilihan bukan hak kita untuk menilai dari satu sisi.

So, sudah tahukah anda, apa itu rumus perceraian?

Bagi yang tak ikut mengalami hanya bisa geleng-geleng kepala, kok bisa ya. Padahal jika kita terlibat di dalamnya, belum tentu kita bisa bertahan (untuk tidak bercerai). Ups, jangan sampai ya.

Kalau jaman dulu variannya sering kali salah lelaki yang terpikat wanita lain, sekarang makin kreatif aja. Misalnya pihak wanita tak mau mengikuti kepercayaan suaminya yang mengikuti ritual tertentu, gosipnya sih kisahnya Marshanda dan Katie Holmes.

Sementara ada, bahkan banyak, wanita yang tak mau dimadu, ada pria Kenya yang beristri hingga 130 orang. Juga ada banyak, mungkin hampir semua pria tak mau berbagi wanita, seorang wanita di India memiliki suami lima orang. Tak ada standar yang benar-benar sama tentang siapa menginginkan apa.

Tentang kelakuan buruk suami, ada istri yang memilih untuk bertahan, dibarengi dengan mendoakan dan usaha-usaha lainnya, namun belum juga suaminya berubah, hingga anak mereka semakin dewasa untuk memahami bagaimana hubungan orang tuanya. Si anak ikut bertindak, versi ekstrimnya ada yang sampai membunuh si bapak dan selingkuhannya. Versi uniknya, seorang bapak yang bertemperamen keras dan suka menghancurkan barang jika marah, bisa disadarkan oleh anaknya. Ada nih seorang teman, yang membawa tumpukan piring di samping bapaknya seraya menyemangati,
“Ayo pak, lempar lagi, ini masih banyak piringnya,”
Hehehe, ternyata si bapak jadi malu, perilakunya menjadi lebih baik dan penyayang semenjak saat itu.
  
Pernikahan itu seperti pakaian yang menutupi aurat, menutupi yang memalukan, memperlihatkan yang pantas.
Pernikahan itu juga bagian dari perjuangan. Jika bercerai, ya simpelnya tak ada yang berkenan melanjutkan perjuangan. Jika tidak bercerai, namun hubungan tak lagi seperti dulu, ya simpelnya lagi tak ada berkenan memaknai perjuangan. Memaknai ini yang sebenarnya susah, karena berkaitan erat dengan memaafkan dan melupakan.Tak mau cerai demi anak-anak, tapi tiap hari bertengkar melulu ya buat apa. Kesalahan yang sama diungkit terus, apalagi wanita kan jagoan mengingat tanggal bulan tahun, hehehe…

Semoga anda semua tetap bersama sampai menemui tahun perak dan tahun emas pernikahan, jika hayat masih dikandung badan. Amin.
  
gambar dari darussalaf.or.id
gambar dari richlymiddleclass.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar