Senin, 07 Juli 2014

SeSaMa #3: Agak Paceklik

sumber

Ramadhan tahun lalu.
Seminggu setelah menerima gaji bulanan dari suami.
Bulan itu kebetulan banyak sekali tagihan yang mesti dilunasi, hingga uang hampir habis dan tersisa tinggal 50 ribu rupiah. Padahal masih butuh sekitar tiga minggu lagi untuk bertahan. Apalagi saat itu ada keponakan yang sedang berkunjung. Beruntung juga sih, sedang bulan puasa, sehingga tak terlalu merasa berdosa ketika saya tak bisa mengajak dia jajan seharian. Dalam beberapa hari ke depan, masih butuh uang transport sekitar 50 ribu untuk ke tempat terapi wicara anak. Lalu kalau habis buat transport, makan apa? Ya Allah, “pandai” banget saya mengatur uang bulan itu ;)

Saya bingung, masa mau minjam, dengan alasan untuk menutupi kebutuhan hidup. Kok merasa belum sebegitunya, ini hanya kebetulan, mencoba optimis, hehehe... Ingat kata Yusuf Mansyur, kalau memiliki kesulitan, Allah dulu, Allah lagi, Allah terus. Sepertinya nasehat itu harus dicoba, bukankah Allah seperti prasangka hambaNya. Saya sengaja tidak bilang siapapun, sambil terus mikir, apakah jika aku terus berdoa akan ada uang jatuh dari langit, atau tiba-tiba orang datang ngasih duit, atau apa ya. Biasanya Allah memberi umpan dan kita menyediakan kail, supaya kita dapat makan rejeki dari dua arah, rejeki itu sendiri dan juga pelajaran berusaha. Tapi, saya punya kail apa yaa...

Sesiang itu saya komat-kamit berdoa kebingungan, mesti ngapain. Sebenarnya masih banyak juga piutang ke pelanggan,tapi sungkan juga nagih karena mereka belum waktunya bayar. Bolak balik saya browsing untuk mencari ide, lalu mengitari isi rumah untuk melihat barang apa yang layak jual. Apakah ini waktunya dagang turun gunung dengan beredar ke rumah-rumah? Tapi nanti bagaimana dengan anak-anak yang masih berlarian kian kemari, dua balita bersama gelendotan barang bakulan?

Coba sih, jual barang-barang itu via online. Bukan ke teman, ke orang lain aja. Saya buka akun di tokobagus, yang sekarang namanya olx. Saya upload beberapa barang yang dulu susah laku, diturunin dikit dari harga biasanya, lumayan kan beda 20-30 ribu, siapa tahu ada yang tertarik.
Beberapa orang mulai sms menanyakan dalam sehari, namun tidak meyakinkan karena mereka minta melihat langsung ketempat. Saya waspada dan mau ketemuan aja di toko tetangga yang letaknya di pinggir jalan raya. Ternyata dia menolak, wah udah indikasi tak beres ini. Saya mulai deg-degan, jangan-jangan menolak rejeki nih. Enggak salah juga kan, hati-hati dengan orang yang belum kita kenal. Lagipula kalau dia berniat baik, mestinya dia bersedia janjian di tempat yang disepakati untuk menindaklanjuti pesanannya. Ternyata tidak.

Esok siang, ada seorang wanita yang tertarik dengan sebuah barang yang harganya beberapa ratus ribu. Glek, saya menelan ludah menahan senang, semoga ini nyata. Setelah deal via sms, dia hanya memastikan barang masih benar-benar bagus. Saya beritahukan cacatnya hanya kardus penyimpanan yang koyak, tapi isinya masih utuh dan bagus. Di hari biasa, jika ada teman transfer, saya percaya aja pasti masuk. Hari itu, karena tak ada cukup uang, saya cek dulu ke atm sebelum mengirim barang kepadanya. Saya berangkat sembari komat-kamit lagi, hehehe, semoga ini nyata. Alhamdulillah, saya hampir tak percaya ketika saldo bertambah, bahkan kelebihan ongkir. Tak tega, bulan puasa pula, saya kembalikan dalam bentuk pulsa.

Sekitar 2-3 hari kemudian, seorang anak kuliah naksir barang seken yang saya pajang dan memborongnya, bahkan meminta saya melengkapi dengan barang yang bisa saya hutang dulu di toko langgganan. Alhamdulillah, padahal baru aja kenal. Mumpung masih ada keponakan di rumah, jadi saya bisa titipkan anak-anak sementara saya ke kantor ekspedisi yang letaknya di pinggir jalan raya.

Setelah uang ada di tangan, legalah saya bercerita kepada semua orang bahwa saya baru saja melewati masa itu. Tak mahir dagang online nih, ribet wira-wirinya dan malas berurusan dengan hape terlalu lama, takut banyak urusan terbengkalai.
“Kalau gitu ayok sekarang traktir aku ke hokben, Te” ajak keponakan dengan lugunya.
Saya mendelik sewot.
“Eh, lu kate duit ni buat seneng-seneng aje. Mau sahur dan buka pake tempe tahu dan air putih?” Keluar deh galak dan pelitnya ;)
Dia tertawa.   
Ketika cerita ke teman dekat, dia terenyuh, “Kenapa enggak pinjam aku aja?”
Pengennya sih saya bilang, ini semua karena harusnya kita menggantungkan semua pada Allah. Tapi sungkan ah, ilmu cekak begini.
“Terima kasih ya, tapi kapan-kapan kalau sudah kepepeeet banget. Selama masih berusaha, ya harus diusahakan dulu semaksimal mungkin.”
Dari situ, saya belajar banyak, "transaksi" dengan Allah nampaknya fiktif, tapi selama kita percaya, sebesar itulah yang akan kita terima.

Fa-biayyi alaa'iRabbi kuma tukadzdzi ban
Maka nikmat Tuhankamu manakah yang kamu dustakan.

Sebagai penutup, ketika saya buka akun lagi untuk jual dagangan yang ada, dalam kondisi berlebih, tiba-tiba penjualan seret, padahal harga udah jedug. Sepertinya mesti lebih tekun lagi jika berniat jualan online :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar