Senin, 07 Juli 2014

SeSaMa #2: Ghibah

sumber

"Great minds discuss ideas. Average minds discuss events. Small minds discuss people.” - Eleanor Roosevelt.

Kalau ketemu teman yang enak diajak ngobrol, apa sih yang kita omongin? Susah kan, kalau gak ngomongin orang, ayo ngaku aja lah. Saking 'enaknya', bahkan ghibah itu diibaratkan memakan daging, tapi bangkai. Puasa yang bermakna juga ditandai dengan 'no ghibah days'. Tapi tak semua membicarakan orang itu buruk. Buruk jika kita membicarakan sesuatu yang tidak dia sukai. 

Seorang ibu. Call her, menace of the alley ;)
Sekali anda bertatap muka dengannya dan atau berurusan dengan orang di sekitarnya, tak lama lagi akan segera beredar berita tentang anda kepada orang lain, juga tentang orang lain kepada anda. Nah, bayangkan jika anda hidup di sekitarnya setiap hari, hahaha... Bapak-bapak saja, yang biasanya hampir bebas dari dunia pergosipan, jadi ikutan kuatir jika mereka jadi bahan hari ini, dengan dengan "bumbu penyedap" yang tak akan bisa ditemui di tukang sayur manapun. Astaghfirullah, pahala saya berkurang nggak ya? Kadang saya refleks menjauh jika bertemu, takut diajak ghibah jamaah, dan kebanyakan di antaranya enggak bener, kebanyakan bumbu.
   
Almarhum mbah kakung dan kakak saya memiliki kebiasaan yang hampir sama, selalu nggelibet kalau orang-orang di sekitarnya sedang khusyu membicarakan orang lain. Apalagi mbah kakung memiliki sepuluh orang anak, yang tujuh di antaranya adalah wanita. Beeuh, bisa dibayangin kan riuhnya. Reaksi yang dilakukan adalah mulai dari dehem-dehem sampai menegur langsung,
"Lha memang kalian dapat menfaat apa dari membicarakan mereka?"
Semua langsung senyap. 

Waktu masih sekolah dulu, saya pernah dapat edaran sebuah tabel dosa dan pahala, isinya centang yang sudah kita lakukan hari ini, mulai dari ghibah, sholat wajib dan sunnah, dsb. Saya sempat isi dalam beberapa hari, setelah itu buyar. Ternyata centang saya terlalu banyak, dosanya. Mesti gimana dong?

Ribut-ribut di media sosial, membuat semua orang mempunyai lahan berbayar kuota untuk ghibah jamaah, tentang sesuatu yang kadang belum pasti kebenarannya.

Lalu hukum ghibah yang benar itu gimana?
1.  Haram jika berkaitan dengan aib hingga kemudian memunculkan namimah (adu domba). Yang mendengar harus memperingatkan atau mengalihkan. Kalau enggak, ya bersama menanggung dosa.
2. Wajib bila itu bisa menyelamatkan seseorang dari bencana.
3. Boleh bila merasa terdzalimi, meminta pertolongan, untuk memperingatkan, dan juga sebagai pelajaran hidup apabila yang bersangkutan memperlihatkan kefasikan di depan umum, seperti mabuk.
Lebih lengkapnya, silakan baca di sini.

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. maka kamu tentu merasa jijik. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat dan Maha penyayang (49:12)

Rasanya, kebiasaan ini lekat banget dengan kodrat wanita, terutama ibu rumah tangga *langsung nutup pintu*. Ketika anak mulai besar dan waktu luang mulai banyak, kemungkinan yang bisa diambil ibu rumah tangga hanya berujung dua, terlalu nyaman dengan rumah atau malah kelewat idealis *nyengir lebaaar*.

Saya sedang berusaha. Diawali dengan cara sepele saja, tak mengungkapkan keburukannya di tulisan media sosial, atau meminta ijin dulu jika mau menuliskannya. Bagaimanapun hubungan di dunia nyata itu jauh lebih berarti daripada hubungan maya. Berusaha empatik aja, mau gak sih misalnya saya dalam posisi dibicarakan tanpa ijin. Pernah sih, mengalami masa-masa, semua-mua dilaporin ke wall, sampai ditegur seorang teman.
"Jangan-jangan urusan kita ini kamu ungkap di wall juga," katanya kuatir. Ouch...
Ternyata banyak juga yang jauh lebih parah, sindir sana sini, bahkan sebut nama langsung, sampai ada yang trauma ga mau bermedsos lagi. Aduh, kasihan banget ya.

Bagaimana menghindarinya?
Temanmu adalah dirimu, jadi mulai pilah-pilih teman yang lebih banyak membicarakan hal positif. Jika kebetulan terlibat dalam area bersama, coba taruh posisi kita pada yang sedang dibicarakan, mau gak sih. Jika berani, coba tebus dosa dengan menemui yang bersangkutan dan meminta maaf telah membicarakannya. Hehehe, do you think it's so silly?

Sebuah kisah.
"Aku baru saja membicarakan sesuatu yang tak menyenangkan orang lain," curhatnya pada orang bijak.
"Belilah sebuah bulu-bulu (kemoceng), lalu buang satu per satu di sepanjang jalan yang tadi kamu lewati," ujar sang bijak.
Beberapa saat kemudian, dia kembali.
"Lalu apalagi?"
"Sekarang punguti semua bulu yang kamu buang tadi."
"Bagaimana mungkin?"
"Begitulah kata-kata, sekali kamu ucapkan, akan susah untuk mengambilnya kembali." 

Waaa, kita sudah membicarakan apa dan siapa saja hari ini? Penting untuk kebaikan kita atau tidak? Secara fisik, puasa memang menahan lapar dan haus. Namun jika ada bagian syahwat lain yang tak terkekang, berapa banyak 'tabungan' yang tersisa?

Khilaf adalah nama tengah manusia. Mari saling mengingatkan, semoga puasa kita sempurna hingga akhir Ramadhan. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar